Tidak Ada Tempat Bagi Orang Bodoh

Oleh: Dendi Madiya


 Judul Buku : Mengenang Wahyu Sihombing,


  Tidak Ada Tempat Bagi Orang Bodoh

Pengantar & Penyunting : I. Yudhi Soenarto

Diterbitkan atas kerjasama Dewan Kesenian Jakarta dengan Penerbit Akademia, 2009

Buku ini berisi tulisan-tulisan Wahyu Sihombing tentang teater, dan catatan kenangan atau pendapat berbagai pihak tentang tokoh yang akrab disapa Pak Hombing ini. 

Wahyu Sihombing menggagas Festival Teater Jakarta (dulu bernama Festival Teater Remaja) dengan niat untuk membina secara simultan kelompok-kelompok teater di Jakarta dengan dua aspek pokok, jangkauan kuantitatif dan kualitatif. Benang merah yang kelihatan dari berbagai kiprahnya di teater adalah misi pendidikan dan pembinaan.

Sebuah grup teater, seorang sutradara harus membina pemain. Inilah yang dilakukan oleh Stanislavsky, Grotowsky. Stanislavsky tidak berteater untuk mementaskan Chekov. Stanislavsky berteater pertama-tama untuk mendidik pemain. Grotowsky juga begitu. Grotowsky baru mementaskan teaternya sesudah mempersiapkan pemain-pemainnya dengan latihan intensif. Demikian pendapat Pak Hombing.

Bekal yang ia peroleh di ATNI dan di Department of Theater and Drama, University of Hawaii membuatnya berkiblat ke Barat. Teknik teater barat yang sangat ditekuninya adalah sistem Stanislavsky. Proses kerja yang ia jabarkan dalam tulisan berjudul “Sebelum Naik di Atas Pentas” yang dimuat dalam buku ini jelas menunjukkan penerapan sistem Stanislavsky.

Sebagai dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Pak Hombing menuntut mahasiswanya serius, penuh konsentrasi. Kalau mahasiswa mengantuk, apalagi menguap, dua kelas di deretan kiri dan dua kelas di samping kanannya bisa mendengar gelegar suaranya. Pak Hombing memiliki kesadaran dan kepedulian yang sangat besar terhadap pentingnya proses. Ia menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk membimbing mahasiswanya dalam menganalisis dan memahami beberapa lembar naskah. 

Pak Hombing menghembuskan nafas terakhirnya pada 30 Desember 1989.*(DM)


Comments