WAWANCARA DENDI MADIYA DENGAN YANI MAE VIA TELEFON “MEMBACA TEATER INDONESIA HARI INI”
Tanggal Wawancara : 01 Desember 2011
DENDI :
Apa yang Anda ketahui tentang tonggak-tonggak teater modern Indonesia seperti Rendra, Arifin C. Noer, Teguh Karya, Suyatna Anirun, dan Wahyu Sihombing? Apa saja yang mereka wariskan untuk teater modern kita?
YANI :
Mereka adalah ujung tombak teater modern kita. Spirit dan konsistensi mereka berteater dengan segala kelebihan dan kekurangan, tetap eksis dan survive sampai akhir hayat. Spirit itulah yang mereka tanamkan ke generasi-generasi setelah mereka, dan harus kita pertahankan. Saya beruntung dapat mengamati karaya-karya mereka. Terlebih lagi saya beruntung mendapat pelajaran-pelajaran dari Suyatna Anirun secara langsung.
DENDI :
Apa pengaruh mereka terhadap konsep artistik, bentuk, dan kerja kreatif Anda?
YANI :
Saya diajari banyak oleh Suyatna. Saya sangat mengambil model teater realis Suyatna. Cara penyutradaraan Suyatna. Bagi saya, inspriring banget Suyatna itu. Boleh dikata, saya banyak mengadopsi teater realis Suyatna.
DENDI :
Bisa diceritakan proses kerja kreatif Anda dalam mewujudkan sebuah pemanggungan?
YANI :
Saya lebih cenderung mengangkat pemanggungan yang minimalis, yang bersifat realis imajinatif. Setting kamar, misalkan, tidak begitu menghadirkan secara komplit benda-benda di kamar itu. Tetapi lebih kepada minimalis tanpa menghilangkan esensi.
DENDI :
Kendala apa saja yang Anda hadapi saat proses kreatif?
YANI :
Kendalanya ada pada pendanaan. Sponsor yang masih pas-pasan. Tetapi hal itu tidak menyurutkan saya dalam proses kreatif. Gaji saya sebagai Pegawai Negeri Sipil, ikut pula saya gunakan untuk membiayai proses kreatif saya. Barangkali harus ada strategi dalam pendanaan proses teater. Teaterawan harus membangun semacam networking.
DENDI :
Bagaimana menurut Anda hubungan teaterawan dengan seniman-seniman bidang lain, semisal musik, seni rupa?
YANI :
Saya kira penting sekali hubungan teaterawan dengan seniman-seniman bidang lain. Seorang aktor, saya kira, harus juga menguasai musik dan seni rupa. Begitu pula sutradara yang bertugas membuat konsep, menuangkan gagasan pertunjukan. Sutradara harus mengerti elemen-elemen musik dan rupa agar dia mampu mengkomunikasikan gagasannya dengan para pekerja panggung, sehingga para pekerja panggung mampu mewujudkan gagasan itu.
DENDI :
Apa pengaruh kondisi sosial, politik, terhadap kerja kreatif Anda?
YANI :
Saya sangat terinpirasi dengan persoalan politik dan sosial. Misalnya, persoalan tenaga kerja wanita, juga persoalan kekerasan dalam rumah tangga. Semua menjadi kegelisahan saya, untuk membuat karya yang berorientasi ke tema-tema perempuan. Saya sedang menggarap karya, meskipun dalam bentuk seni rupa-karena saya sedang kuliah lagi di Fakultas Seni Rupa ITB, tentang kekerasan-kekerasan terhadap perempuan, yang nantinya akan direspon ke dalam bentuk teater.
DENDI :
Apa harapan Anda tentang kondisi teater kita ke depan?
YANI :
Yang pasti, harus ada perubahan menuju lebih baik. Dukungan pemerintah itu sangat penting. Budaya membuat sebuah negara menjadi besar. Tanpa diperkuat seni budaya, negara bisa mati. Pemerintah harus serius mengurusi seni dan budaya, jangan cuma mementingkan urusan ekonomi dan industri saja.
***
Comments
Post a Comment